Pemikiran Ekonomi  

Catatan Selasa (08/09/09) Pengantar Ilmu Ekonomi

Dosen: Turut, SE, MH

sebelum memulai pertemuannya, Turut, SE, MH mengungkapkan kalau pada hari ini (Selasa, 08/09/09) kami bersama akan melanjutkan pokok bahasan dari yang sebelumnya – pertemuan sebelumnya hanya mengutarakan asal kata ekonomi (oikos dan nomos) – kepada tahapan yang lebih maju, yaitu Pemikiran Ekonomi dari Masa ke Masa. Menurut Turut, SE, MH mengambil dari literature yang yang dibawa bapak tersebut, bahwa dalam rangkumannya, masa pemikiran ekonomi kalsik dibagi dalam beberapa fase, setidaknya ada 4 fase masa klasik, diantaranya: Masa Yunani Kuno, Masa Kaum Skolatik, Masa Merchantilisme, dan Mazhab Fisiokratis.

Masa Pemikiran Klasik

Pada masa ini, pemikiran ekonomi terbagi menjadi beberapa bagian, setidaknya menurut tokohnya masing-masing, diantaranya:

1. Plato (427-347 SM). Pemikiran ekonomi yang digagas olehnya diguriskan dalam sebuah tulisan pendapat berjudul Republic mendukung negara-kota ideal yang dikuasai oleh kumpulan raja yang bijaksana. Hal tersebut hadir dalam saat dia memikirkan tentang keadilan. Sebab, pada saat itu, dia melihat kehidupan masyarakat yang menurutnya tidak adil, terdapat jurang perbedaan antara yang miskin dan kaya. Maka menurutnya, bagaimana keadilan itu bisa muncul dalam sebuah Negara yang ideal. Selanjutnya lagi, Plato juga mengungkapkan kalau kemajuan itu tergantung pada pembagian kerja yang timbul secara alamiah dalam masyarakat. Dikemukakan pula, dikemukakan bahwa dengan adanya pembagian kerja maka dapat memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan pembawaanya.
2. Xenophone (440-355 SM). Merupakan orang yang pertama kali memunculkan istilah oikos dan nomos (ekonomi), kata-kata tersebut kemudian dipakai hingga sekarang. Karya utamanya adalah "On the Means of Improving the Revenue of the State of Athens". Menurutnya negara Athena yang punya beberapa kelebihan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Athena potensial untuk menarik pedagang dan pengunjung dari daerah-daerah lain. Hal ini menunjukkan bahwa spirit merkantilisme sudah ada pada masa Yunani Kuno, yang menganjurkan orang melakukan perdagangan dengan negara-negara lain. Juga spirit kepariwisataan, yang menganjurkan masyarakat melayani para pengunjung yang datang berdamawisata dilayani sebaik-baiknya., sebab yang datang akan membawa kemakmuran bagi masyarakat daerah yang dikunjungi.
3. Aristoteles (384-322 SM). Dirinya berpendapat, ekonomi lebih maju, jika terjadi pertukaran uang dan barang, karena menurutnya ekonomi manusia itu tidak terbatas. Kontribusi Aristoteles yang paling besar terhadap ilmu ekonomi ialah pemikirannya tentang pertukaran barang (exchange of commodities) dan kegunaan uang dalam pertukaran barang tersebut. Menurut pandangan Aristoteles, kebutuhan manusia (man’s need) tidak terlalu banyak, tetapi keinginannya (man’s desire) relatif tanpa batas. Dalam mengamati proses ekonomi, Aristoteles membedakannya atas dua cabang, yaitu kegunaan (use) dan keuntungan (gain). Lebih spesifik, ia membedakan oeconomia dan chrematistike. Oeconomia didefinisikannya sebagai "the art of household management, the administrations of one’s patrimony, the careful husbanding of resources". Sedangkan chrematistike, yang tak ada padanan katanya dalam bahasa Inggris, juga Indonesia, mengimplikasikan penggunaan sumberdaya alam atau ketrampilan manusia untuk tujuan-tujuan yang acquisitive sifatnya. Dalam chrematistike berdagang adalah aktivitas ekonomi yang tidak didorong oleh motif faedah (use), melainkan lab (gain) (Deliarnov. 2003. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta, hal. 15). Tentang bunga uang, dirinya berpendapat bahwa hal yang telah mempunyai pengaruh berabad-abad lamanya, menurutnya uang diadakan untuk mempermudah pertukaran barang di antara rumah tangga, dan dengan uang semaunya dapat diukur sehingga dapat diadakan persamaannya. Berdasarkan pendapatnya maka uang dapat dipergunakan sebagai alat penukar, satuan pengukur nilai dan alat untuk menimbun kekayaan. Sedangkan pandangannya mengenai bunga dinyatakan bahwa “menurut sifatnya uang tidak dapat beranak” oleh karena itu keuntungan yang diterima oleh kreditor bukanlah sebagai akibat tenaga ekonomi yang merupakan bagian daripada uang, tetapi itu tidak lain daripada perbuatan yang merugikan terhadap debitor.

Masa Pemikiran Kaum Skolatik

Ciri utama dari aliran pemikiran ekonomi Scholastik (scholasticism) adalah kuatnya hubungan antara ekonomi dengan masalah etis serta besarnya perhatian pada masalah keadilan. Hal ini karena ajaran-ajaran Scholastik mendapat pengaruh yang sangat kuat dari ajaran gereja. Ada dua orang tokoh utama aliran in yaitu Albertus Magnus (1206-1280) dan St. Thomas Aquinas (1225-1274). Albertus Magnus adalah seorang filsuf-religius dari Jerman. Salah satu pandangannya yang terkenal adalah pemikirannya tentang harga yang adil dan pantas. (just price),yaitu harga yang sama besarnya dengan biaya-biaya dan tenaga yang dikorbankan untuk menciptakan barang tersebut.
Tokoh kedua, yang dikenal lebih luas, Thomas Aquinas, adalah seorang teolog dan filsuf Italia. Selain pengikut Albertus Magnus, ajaran-ajaran Thomas Aquinas dipengaruhi oleh Aristoteles serta ajaran Injil. Dalam bukunya "Summa Theologica", Aquinas menjelaskan bahwa memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil, sebab ini sama artinya menjual sesuatu yang tidak ada.

Masa Menkantilisme dan Phsiokrasi

Masa Merkantilisme (abad XVII) dan Masa Physiokrasi (Abad XVIII)

Karya pemikiran yang ditujukan khusus pada masalah-masalah ekonomi mulai muncul dalam abad XVII, yaitu dari zaman Merkantilis, dan dalam abad XVIII dengan pemikir-pemikir ekonomi mashab Physiokrasi. Pemikiran-pemikiran ekonomi dari zaman Merkantilisme dan mazhab Physiokrasi merupakan tahap-tahap pendahulu bagi mashab Klasik. Mazhab Klasik lazim dianggap bertitik awal dengan karya besar Adam Smith pada akhir abad XVIII yang berjudul "An Inquiry into the Nature and the Causes of the Wealth of Nations (1776)". (Djojohadikusumo, Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta hal. 3).
Semuanya itu tidak berarti bahwa sebelum abad XVII tidak ada gagasan sama sekali mengenai hal-ihwal ekonomi. Namun, permasalahan ekonomi dalam kehidupan masyarakat dalam abad-abad sebelumnya itu, kebanyakan terungkap dalam karangan-karangan para pemikir di bidang falsafah dan di bidang hukum, yang biasanya menyangkut segi etika; misalnya berkisar pada masalah bunga dan riba.
Adalah Jean Bodin dari Perancis yang mengambil tempat tersendiri dalam perkembangan ilmu ekonomi di abad-abad silam. Sesungguhnya gagasan Jean Bodin mendahului pemikiran-pemikiran yang muncul di zaman Merkantilisme dan zaman Physiokrasi. Beberapa unsure pokok dalam analisis Jean Bodin bahkan mendahului teori moneter yang empat ratus tahun kemudian dikembangkan oleh beberapa pakar ekonomi di abad XX, diantaranya Irving Fisher dan Milton Friedman. Dalam bukunya yang berjudul "Response aux Paradoxes de M. de Malestroit (1568)", dia secara sistimatis menyajikan sebuah teori tentang uang dan harga.
Sementara serangkaian ulasan dan pemikiran mazhab Merkantilisme yang diwakili Thomas Mun (1571-1641) dan Jean Baptist Colbert (1619-1683) lebih mengutamakan masalah-masalah kebijaksanaan ekonomi ketimbang usaha sistemastis untuk menyusun suatu kerangka analisa. Inti pokok dalam pandangan mereka adalah bahwa kemajuan dan kemakmuran suatu negara kebangsaan bersangkut-pau dengan adanya surplus ekspor barang d atas impor dalam perdagangan luar negeri. Surplus yang dimaksud itu bisa menambah cadangan logam mulia berupa emas dan perak.
David Hume (1711-1776), seorang tokoh ekonomi klasik, mengkritik pemikiran kaum merkantilisme dengan menjelaskan mengenai mekanisme otomatis dari Price-Spice Flow Mechanism atau PSFM. Ide pokok pikiran dari merkantilisme mengatakan bahwa negara/raja akan kaya/makmur bila X>M sehingga LM yang dimiliki akan semakin banyak. Ini berarti Money supply (Ms) atau jumlah uang beredar banyak. Bila Money supply atau jumlah uang beredar naik, sedangkan produksi tetap/tidak berubah, tentu akan terjadi inflasi atau kenaikan harga. Kenaikan harga di dalam negeri tentu akan menaikkan harga barang-barang ekspor (Px), sehingga kuantitas ekspor (Qx) akan menurun.
Dengan adanya kritik David Hume (1711-1776) maka teori pra-klasik atau merkantilisme dianggap tidak relevan. Selanjutnya Adam Smith (1723-1790) menyumbangkan pemikirannya dalam buku yang berjudul “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” pada tahun 1776. Sehingga muncul teori klasik atau absolute advantage dari Adam Smith (1723-1790). Pendapat Adam Smith (1723-1790) adalah sebagai berikut:

1. Ukuran kemakmuran suatu negara bukan ditentukan banyaknya LM yang dimilikinya.
2. Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya GDP dan sumbangan perdagangan luar negeri terhadap pembentukan GDP negara tersebut.
3. Untuk meningkatkan GDP dan perdagangan luar negeri, maka pemerintah harus mengurangi campur tangannya sehingga tercipta perdagangan bebas atau free trade
4. Dengan adanya free trade maka akan menimbulkan persaingan atau competition yang semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing negara untuk melakukan spesialisasi dan pembagian kerja internasional dengan berdasarkan kepada keunggulan absolut atau absolute advantage yang dimiliki negara masing-masing.
5. Spesialisasi dan pembagian kerja internasional yang didasarkan kepada absolute advantage, akan memacu peningkatan produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan GDP dan perdagangan luar negeri atau internasional.
6. Peningkatan GDP dan perdagangan internasional ini identik dengan peningkatan kemakmuran suatu negara.
Sir William Petty (1623-1687) pada tahun 1679 telah menghitung pendapatan nasional Inggris yang selanjutnya melahirkan ilmu pengetahuan “Political Aritmathic”. Perhitungan pendapatan nasional terus berkembang dan menjadi isu penting di dalam ekonomi sampai dengan dewasa ini. Pendapatan nasional telah dijadikan tolok ukur atas keberhasilan suatu pemerintahan dalam mengatur ekonominya.
Tokoh-tokoh Masa Merchantilisme:

1. Jean Boudin (1530-1596)
2. Thomas Mun (1571-1641)
3. Jean Baptist Colbert (1619-1683)
4. Sir Wiliam Petty (1623-1687)
5. David Hume (1711-1776)


Bertentangan dengan pandangan Merkantilisme, para Physiokrasi yang diwakili Francois Quesney (1694-1774) dan A.R.J. Turgot (1727-1781), mengutamakan arti dan pentingnya sector pertanian. Kegiatan pertanian bahkan dianggap sebagai satu-satunya sector produktif yang menghasilkan suatu surplus produksi secara netto untuk masyarakat.
Istilah physiokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno yang merupakan gabungan dari istilah physis (fisika, ilmu alam) dan cratos (kekuatan, kekuasaan). Pemikiran para Physiokrat mengenai tata susunan masyarakat pada umumnya dan susunan ekonomi khususnya, berakar pada falsafah dasar dan haluan pandangan bahwa penataannya diatur menurut kekuatan hukum alam.
Dari sinilah selanjutnya berkembang beragam pemikiran dan falsafah tentang kegiatan ekonomi, yang masing-masingnya telah memberi kontribusi yang cukup besar dalam sejarah perkembangan perekonomian dunia hingga saat ini.
Maka Francois Queney (1694-1774) membagi klas masyarakat itu dalam beberapa bagian:
1. Klas masyarakat produktif: aktif mengelola tanah, seperti pertanian dan pertambangan
2. Klas Tuan Tanah
3. Klas Tidak Produktif
4. Klas Masyarakat Buruh

Kemudian, lahirlah mazhab-mazhab ekonomi, diantaranya:

• Mazhab Klasik

Pangkal tolak dalam teori mazhab Klasik ialah bahwa kebutuhan manusia akan terpenuhi dengan cara yang paling baik bilamana sumber-sumber daya produksi digunakan secara efisien. Selain itu bila hasil produksi berupa barang dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan yang bebas.
Salah satu cirri pokok dalam pemikiran ekonomi mazhab Klasik ialah persepsi dan konsep pengertian tentang mekanisme ekonomi dlaam suatu masyarakat yang sudah modern. Dalam kerangka pemikirannya, terungkapkan asas-asas dan kekuatan-kekuatan yang mendasari tata susunan ekonomi kapitalis.

Ada beberapa tokoh pemikir dalam mazhab ini yang perlu kita ketahui pandangannya tentang kegiatan ekonomi. Masing-masing dari mereka diuraikan sebagai berikut:

a) Adam Smith

Adam Smith-lah tokoh sentral dalam mazhab ini. Pemikiran-pemikiran tentang masalah-masalah ekonomi dituangkannya dalam karyanya yang berjudul "An Inquiry into the Nautre and Causes of the Wealth of Nations". Dasar falsafah adalah bahwa tata susunan masyarakat agar didasarkan atas hokum alam yang secara wajar berlaku dalam dunia nyata. Perlu pembagian bidang kegiatan dan spesialisasi. Kebebasan individu dan kemandiriannya akan membawa keserasian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Laissezfair, laissez passer..

b) Jean Baptist Say (1767-1832)

Penyusun sistematik dan kodifikasi pemikiran Adam Smith. Hukum Say : "theories des debouchees", dalam keadaan ekuilibrium produksi cenderung menciptakan permintaannya akan hasiul produksi yang bersangkutan.

c) David Ricardo (1772-1832)

Teori nilai bersumber pada biaya tenaga kerja. Hukum besi tentang tingkat upah. Sewa tanah dikaitkan dengan hokum imbalan jasa yang semakin menurun. Teori perdagangan internasional berdasarkan keunggulan komparatif dan biaya komparatif.

d) Thomas Robert Malthus (1766-1834)

Terkenal dengan teori penduduknya yang berbunyi: penduduk dunia bertambah dengan lebih cepat disbanding dengan kemampuannya untuk mempertahankan tingkat hidupnya. Teori lainnya tentang ketidakmampuan berkonsumsi secara wajar (theory of underconsumption).

Mazhab Neo-Klasik (I)

Mazhab ini memfokuskan diri pada konsep Marginalisme dan Perilaku Konsumen. Ada beberapa tokoh yang berperan dalam mazhab ini seperti :

a) Herman Heinrich Gossen (1810-1858 yang memiliki hukum Gossen I yaitu faedah marginal suatu barang akan semakin menurun dengan semakin banyak terpenuhinya kebutuhan akan barang itu. Hukum Gossen II adalah sumber daya dan dana yang tersedia selalu terbatas secara nsibi terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan hampir tiada batasnya.
b) Eugen von Bohm-Bawerk (1851-1914) yaitu pakar ekonomi aliran Austria. Mengemukakan teori komprehensif yang berpangkal pada konsep faedah marginal. Dia juga memperhatikan peranan modal dan bunga, nilai guna dan nilai tukar, teori agio tentang bunga, nilai dan harga dan teori distribusi pendapatan.
c) Alfred Marshall (1842-1924) yaitu pakar ekonomi aliran Cambridge University, Inggris. Mengemukan teori natura non facit saltum, consumers’ behaviour, teori disutility tentang upah, teori waiting tentang bunga, nilai subyektif dan obyektif, general relations of supply and demand, konsep elastisitas dan konsep ekuilibrium parsial.
d) J.R Hicks (1904-…) merupakan pakar ekonomi dari Oxford University, Inggris yang mengkaji ulang teori Marshall tentang perilaku konsumen menjadi teori ekuilibrium umum. Menjelaskan dampak substitusi dan elastisitas pada ekspektasi.
e) Irving Fisher (1867-1947) merupakan pakar ekonomi dari Yale University, Amerika Serikat. Dialah yang menciptakan konsep angka indeks sebagai alat analisis, teori kuantitas uang dan harga dan teori bunga. Dia juga mengembangkan ekonometrika.
f) Leon Walras (1834-1910) adalah pendiri Sekolah Lausanne Swiss. Terkenal sebagai pelopor pengembangan ekonomi matematika dan pencipta analisis komprehensif mengenai sistem ekuilibrium umum.
g) Vilfredo Pareto (1848 – 1923) adalah pakar ekonomi di Sekolah Lausanne dan penerus aliran matematika Walras. Terkenal dengan konsep Pareto’s Law dalam distribusi pendapatan.

Mazhab Neo-Klasik (II)

Yang menekankan pada persoalan persaingan monopolistik dan pasar persaingan tidak sempurna. Tokoh-tokoh di balik mazhab ini adalah Piero Sraffa (1898-1983), Joan V. Robinson (1903 –1983), Edward H. Chamberlin (1899-1967). Mereka melakukan pemeriksaan ulang tentang ekilibrium pasar. Struktur pasar menurut mereka adalah persaingan, monopoli atau monopsoni dan oligopoli atau oligopsoni. Mereka juga lebih banyak berbicara "welfare economics".

• Mazhab Keynes dan Neo Keynes

a) John Maynard Keynes (1883-1946) merupakan pakar yang paling menonjol di abad XX. Dia melakukan pembaharuan dan perumusan ulang terhadap doktrin pelajaran mazhab Klasik dan Neo-Klasik Dia menolak hukum Say dan menawarkan pendekatan makroagregatif. Perekonomian perlu ada campur tangan pemerintah. Pemerintah mengendalikan ekonomi dengan kebijakan budgeter (Fiskal). Ada tiga faktor pokok dalam pemikiran Keynes yaitu:1) hasrat konsumsi, 2) tingkat bunga dan 3) efisiensi marginal dari investasi. Pemikiran-pemikiran tersebut dituangkan dalam karyanya yang berjudul "The General Theory of Employment, Interest and Money" (1936).
b) Alvin H. Hansen (1877-1975) adalah seorang pakar ekonomi di Harvard University. Dia yang melakukan penyusunan sistematika kerangka analisis bagi pikiran-pikiran dasar Keynes.
c) Paul Samuelson (1915-…) adalah pakar ekonomi dari MIT dan pemenang hadiah nobel. Dia melakukan kodifikasi sistem pemikiran Keynes. Dia juga yang mengemukakan pengaruh timbal balik antara multiplier dan accelerator.
d) Simon Kuznets (1901-1985) adalah pakar ekonomi dari Columbia University, Amerika Serikat dan alumni National Bureau of Economic Research. Dia yang melakukan penyusunan sistem perhitungan pendapatan nasional, memperkenalkan time series analysis dan yang mengemukakan teori pertumbuhan struktural.
e) Wassily Leontief (1906) adalah pakar ekonomi dari Harvard University yang memperkenalkan model Input-Output yaitu suatu analisis tentang kegiatan antarsektoral dalam tata susunan ekonomi.

Aliran Monetaris dan Ekspektasi Rasional

Tokoh yang terkenal dalam mazhab ini adalah Milton Friedman (1912-..). yang merupakan pakar ekonomi dari Chicago University dan Hoover Institute, Robert Lucas juga dari Chicago University dan Thomas Sargent dari Hoover Institute. Pemikiran mereka kontra-revolusi terhadap mazhab Keynes. Moneterisme Friedman bersumber pada pemikiran dasar Irving Fisher perihal teori kuantitas uang dan harga. Perekonomian harus dikendalikan dengan kebijakan moneter.
Sementara aliran ekspektasi rasional merupakan aliran moneteris generasi baru. Menurut mereka pelaku-pelaku ekonomi dianggap bersifat rasional dalam pilihan keputusan ekonomi. Keputusan itu dipengaruhi oleh persepsi pelaku ekonomi tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Historismus dan Institusionalisme

Mazhab Historismus didukung oleh pemikiran Friedrich List (1789-1846), Bruno Hidebrand (1813-1878), Gustav von Schmoller (1839-1917), Werner Sombart (1863-1941). Pemikiran mereka dominan di Jerman selama abad XIX dan XX. Hal ini mencerminkan rasa nasionalisme ekonomi bangsa Jerman. Menurut mereka fenomena ekonomi adalah produk perkembangan menyeluruh dan dalam tahap tertentu dalam perjalanan sejarah. Mereka menolak perdagangan bebas.
Sementara mazhab Institusionalisme dipengaruhi pemikiran Thorstein Veblen (1857-1929). Dia merupakan ilmuwan besar dari Amerika Serikat yang berpijak pada jalur pemikiran establishment yang konvensional. Pemikirannya mengandung sifat kritik sosial pada zamannya, tetapi tidak membawa hal-hal baru dalam peralatan analisis teoritis.

Marxisme

Ada dua tokoh utama yaitu Karl Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895). Dengan gagasan –gagasan yang dipancarkan oleh Marx-Engels, pemikiran tentang sosialisme dan gerakan sosialis lazim dianggap masuk dalam tahap Sosialisme ilmiah (der wissenschaftfliche Sozialiasmus). Gagasan-gagasan yang dimaksud bersumber pada dasar ilmu pengetahuan dan penelitian secara ilmiah. Dasar falsafah dalam ajaran Marx-Engels adalah materialistik dialektik. Alur pemikiran tentang materialisme berawal dari kalangan pemikir falsafah Perancis dalam abad XVIII (Ludwig Feuerbach). Dalam tafsiran Marx-Engels keberadaan dunia nyata dan kelangsungannya adalah terlepas sama sekali dari perasaan dan pikiran manusia di bidang intelektual, spiritual dan agama. Kehidupan manusia adalah produk suatu evolusi alamiah. Dialektika berpangkal pada doktrin bahwa dalam realitas keadaan selalu terkandung kontradiksi. Kontradiksi sebagai kata kunci gerak perubahan dalam perkembangan keadaan. Konsep dialektika berawal dari pemikiran Hegel, filsuf berbangsa Jerman. Metodelogi Hegel mengenai konflik dalam dunia pemikiran berkisar pada tesis-antitesis-tesis.
berikut kami hadirkan tulisan marx dalam sebuah Kata Pengantar, Sumbangan untuk Kritik Kepada Ekonomi Politik yang ditulisnya di tahun 1859.

Saya meneliti sistem ekonomi borjuis dengan urutan sebagai berikut: kapital, kepemilikan tanah, buruh-upahan; Negara, perdagangan luar negeri, pasar dunia. Kondisi ekonomi dari keberadaan tiga kelas besar, yang mana membagi masyarakat borjuis modern, dianalisis di bawah ketiga judul yang pertama; hubungan dari ketiga judul yang lain sudah tidak perlu dibuktikan. Bagian pertama dari buku yang pertama, yang membahas mengenai Kapital, terdiri dari bab-bab berikut ini: 1. Komoditas, 2. Uang atau sirkulasi sederhana, 3. Kapital secara umum. Bagian yang sekarang ini terdiri dari dua bab. Seluruh bahan terletak di depan saya dalam bentuk monografi, yang ditulis bukan untuk publikasi melainkan untuk klarifikasi-diri pada periode-periode yang sangat terpisah; pembentukannya ke dalam suatu keseluruhan yang terintegrasi, sesuai dengan rencana yang telah saya tunjukkan, akan tergantung dari keadaan.
Sebuah pengantar yang umum, yang telah saya susun, telah saya hilangkan, karena berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut, pengantar tersebut tampak membingungkan bagi saya untuk mengantisipasi hasil-hasil yang masih perlu diperkuat, dan pembaca yang ingin mengikuti saya harus memutuskan untuk maju dari yang khusus ke yang umum. Beberapa catatan tentang studi-studi politik-ekonomi yang saya lakukan sendiri mungkin pada tempatnya di sini.
Subjek studi-studi profesional saya ialah ilmu hukum, tetapi yang saya ambil dalam hubungannya dengan, dan sekunder terhadap, studi-studi filsafat dan sejarah. Dalam tahun-tahun 1842-1843, sebagai editor Rheinische Zeitung, saya mula-mula canggung pada waktu saya harus ikut serta dalam diskusi-diskusi mengenai apa yang disebut kepentingan-kepentingan material. Jalannya sidang-sidang pada Majelis Rhein berhubungan dengan pencurian-pencurian kayu di hutan, dan pembagian lanjutan dari hak milik tanah yang bersifat ekstrim; pertentangan resmi tentang keadaan kaum tani di Mosel, di mana Herr von Schaper, saat itu menjabat Presiden Provinsi Rhein, bersengketa melawan Rheinische Zeitung; akhirnya perdebatan mengenai perdagangan bebas dan proteksi; semuanya ini memberi rangsangan pertama kepada saya untuk memulai studi mengenai masalah-masalah ekonomi. Pada waktu yang sama, gema yang lemah dan bersifat filosofis-semu dari sosialisme dan komunisme Prancis terdengar dalam Rheinische Zeitung waktu itu, tatkala maksud-maksud baik untuk "maju terus" jauh melebihi pengetahuan tentang fakta. Saya bertekad melawan pendekatan yang amatir itu, tetapi harus mengakui serta-merta dalam suatu pertentangan dengan Allgemeine Augsburger Zeitung bahwa studi-studi saya sebelumnya tidak memungkinkan saya untuk mencoba mengemukakan penilaian mandiri mengenai isi dari pemikiran aliran-aliran Perancis itu. Karena itu, tatkala para penerbit Rheinische Zeitung mempunyai ilusi bahwa dengan kebijakan yang kurang agresif surat kabar itu dapat diselamatkan dari hukuman mati yang dijatuhkan pada harian itu, maka dengan senang hati saya memanfaatkan kesempatan itu untuk mengundurkan diri dari kehidupan umum dan masuk ke dalam ruangan studi saya.
Karya pertama yang saya kerjakan untuk memecahkan masalah yang merisaukan saya ialah suatu tinjauan kembali atas karya Hegel: Philosophy of Law (Filsafat Hukum); Pengantar bagi karya itu tercantum dalam Deutsch-Franszosiche Jahrbücher yang diterbitkan di Paris dalam tahun 1844. Berkat studi-studi saya, saya berkesimpulan bahwa hubungan-hubungan hukum, dan dengan demikian pula bentuk-bentuk negara, tidak dapat dipahami secara tersendiri, pun tidak dapat diterangkan atas dasar apa yang disebut kemajuan umum pikiran manusia, tetapi bahwa hal-hal itu berakar dalam kondisi-kondisi materiel dari kehidupan, yang oleh Hegel disimpulkan menurut cara Inggris dan Prancis abad kedelapan belas di bawah sebutan civil society (masyarakat sipil); anatomi masyarakat itu harus dicari di dalam teori ekonomi. Studi mengenai bidang ini, yang saya mulai di Paris, saya lanjutkan di Brussel, yaitu kota ke mana saya pindah setelah adanya perintah pengusiran yang dikeluarkan oleh Tuan Guizot. Kesimpulan umum yang saya capai dan yang, sekali dicapai, terus berfungsi sebagai garis penuntun dalam studi-studi saya, secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut: Dalam produksi sosial yang orang-orang lakukan, mereka mengadakan hubungan-hubungan tertentu yang merupakan keharusan dan yang tidak tergantung dari kehendak mereka; hubungan-hubungan produksi ini sesuai dengan tahap perkembangan tertentu dari kekuatan-kekuatan produksi materiel mereka. Keseluruhan hubungan-hubungan produksi ini merupakan struktur ekonomi masyarakat-dasar yang nyata, di atas mana timbul struktur-struktur atas (superstructures) hukum dan politik dan dengan mana cocok pula bentuk-bentuk kesadaran sosial tertentu. Cara produksi kehidupan materiel menentukan sifat umum dari proses-proses sosial, politik, dan spiritual dari kehidupan. Bukan kesadaran manusialah yang menentukan eksistensinya, melainkan sebaliknya; eksistensi sosialnyalah yang menentukan kesadarannya. Pada suatu tahap dalam perkembangannya, kekuatan-kekuatan produksi materiel dalam masyarakat bertentangan dengan hubungan-hubungan produksi yang ada, atau-yang hanya merupakan bahasa hukum bagi hal yang sama-bertentangan dengan hubungan-hubungan hak milik di tempat orang itu bekerja sebelumnya. Hubungan-hubungan ini berubah dari bentuk-bentuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi menjadi belenggu-belenggu mereka. Kemudian sampailah masa revolusi sosial. Dengan perubahan fondasi ekonomi, maka seluruh struktur atas yang sangat besar cepat atau lambat akan berubah. Dalam memikirkan perubahan-perubahan seperti itu, harus selalu dibedakan antara perubahan materiel dari kondisi-kondisi ekonomi bagi produksi yang dapat ditentukan dengan kecermatan ilmu pengetahuan alam, dan bentuk-bentuk hukum, politik, keagamaan, estetika, atau filsafat-pendek kata, bentuk-bentuk ideologis-dalam bentuk-bentuk mana orang menjadi sadar tentang konflik ini dan berjuang untuk menyelesaikannya. Seperti pun kita tidak mendasarkan pendapat kita tentang individu atas apa yang dipikirkannya tentang dirinya, demikian pula kita tidak dapat menilai masa perubahan seperti itu atas dasar kesadarannya sendiri; bahkan sebaliknya, kesadaran ini harus lebih dijelaskan dari segi kontradiksi-kontradiksi kehidupan materiel, dari segi konflik yang ada antara kekuatan-kekuatan sosial yang berproduksi dan hubungan-hubungan produksi. Tidak ada tata sosial pernah lenyap sebelum semua kekuatan produktif yang bisa ditampungnya telah berkembang semuanya dan hubungan-hubungan produksi baru yang lebih tinggi tidak akan pernah timbul sebelum kondisi-kondisi materiel bagi eksistensinya telah matang di dalam kandungan masyarakat lama. Karena itu, manusia hanya selalu menangani masalah-masalah yang dapat dipecahkannya, karena-jikalau kita meninjau masalahnya secara lebih cermat-kita akan selalu melihat bahwa masalahnya sendiri timbul hanya apabila kondisi-kondisi materiel yang perlu bagi pemecahannya sudah ada atau sekurang-kurangnya dalam proses pembentukan. Secara garis besar kita dapat menyatakan cara-cara berproduksi Asia, feodal, dan borjuis modern sebagai sekian banyak zaman di dalam kemajuan pembentukan ekonomi masyarakat. Hubungan-hubungan produksi borjuis merupakan bentuk antagonistis yang terakhir dari proses sosial dalam produksi-bersifat antagonistis bukannya dalam arti antagonisme individual, melainkan antagonisme yang timbul dari kondisi-kondisi yang mengelilingi kehidupan individu-individu dalam masyarakat; pada waktu yang sama kekuatan-kekuatan produktif yang berkembang di dalam kandungan masyarakat borjuis menciptakan kondisi-kondisi materiel bagi pemecahan antagonisme itu. Karena itu, formasi sosial ini merupakan bagian penutup dari tahap prehistoris masyarakat manusia.
Friedrich Engels yang terus-menerus bersurat-suratan dan tukan menukar gagasan-gagasan dengan saya sejak essai kritisnya yang sangat pandai perihal kategori-kategori ekonomi (dalam Buku-Buku Tahunan Perancis [Deutsch-Französiche Jahrbücher]), sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang sama dengan kesimpulan saya walaupun ia melalui jalan lain (lihat bukunya: Kondisi Kelas Pekerja di Inggeris [Condition of the Working Class in England]). Tatkala ia pun menetap di Brussel dalam musim semi 1845, kami memutuskan untuk menggarap bersama tentang kontras antara pandangan kami dan filsafat idealisme Jerman; sesungguhnya, kami hendak membereskan hutang kami kepada hati nurani filosofis kami yang dahulu. Rencana itu dilaksanakan dalam bentuk kritik terhadap filsafat sesudah Hegel. Naskah dalam dua jilid oktavo yang tebal telah lama sampai pada penerbit di Westphalia ketika kami menerima informasi bahwa keadaan sudah begitu berubah sehingga penerbitan karya itu tidak mungkin dilakukan. Kami tinggalkan manuskrip itu dan membiarkannya dikritik tikus-tikus dengan giginya yang tajam karena kami telah mencapai tujuan utama kami-yaitu menjernihkan persoalan itu bagi kami sendiri. Dari tulisan-tulisan kami yang tersebar mengenai berbagai subyek di mana kami menyajikan pandangan-pandangan kami kepada khalayak ramai pada waktu itu, saya hanya ingat Manifesto Partai Komunis (Manifesto of the Communist Party), yang ditulis oleh Engels dan saya, dan Pembahasan tentang Perdagangan Bebas (Discourse on Free Trade) yang saya tulis sendiri. Gagasan-gagasan utama dari teori kami itu mula-mula disajikan secara ilmiah walaupun dalam bentuk polemik, dalam karya saya Kesengsaraan Filsafat (Misere de la Philosophie), dan sebagainya, yang diarahkan kepada Proudhon dan diterbitkan pada tahun 1847. Satu essai tentang Tenaga Kerja Upahan (Wage Labor) yang saya tulis di Jerman, dan di mana saya mengumpulkan kuliah-kuliah saya mengenai subjek itu di depan Perkumpulan Kaum Buruh Jerman di Brussel, dicegah pencetakannya dalam revolusi Februari dan oleh pengusiran saya dari Belgia sebagai akibat revolusi itu.
Penerbitan Neue Rheinische Zeitung di tahun 1848 dan tahun 1849, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian, menghentikan studi-studi saya mengenai ekonomi, yang baru saya bisa mulai lagi pada tahun 1850 di London. Bahan yang luar biasa banyaknya tentang teori ekonomi yang bertumpuk di British Museum; pemandangan yang menguntungkan yang disajikan London untuk mengamati masyarakat borjuis; dan akhirnya, tahap perkembangan baru yang nampaknya mulai dimasuki masyarakat borjuis itu dengan ditemukannya emas di Kalifornia dan Australia berakibat bahwa saya memulai studi-studi saya dari awal sama sekali dan terus menggarap bahan baru itu dengan kritis. Studi-studi ini sebagian mengungkapkan apa yang nampak sebagai masalah-masalah sampingan yang, bagaimanapun, perlu saya perhatikan selama jangka waktu yang panjang ataupun pendek. Lebih-lebih lagi waktu yang tersedia saya terpaksa dikurangi oleh keharusan mutlak untuk bekerja demi penghidupan. Pekerjaan saya sebagai penyumbang bagi surat kabar Anglo-Amerika yang terkemuka, yaitu New York Tribune, pekerjaan mana telah saya pegang selama delapan tahun ini, telah menyebabkan interupsi yang besar bagi studi-studi saya, karena selama ini saya hanya kadang kala saja benar-benar bekerja untuk surat kabar. Namun artikel tentang peristiwa-peristiwa ekonomi yang penting di Inggris dan di daratan Eropa merupakan bagian yang begitu besar dari sumbangan-sumbangan saya sehingga saya terpaksa menekuni detil-detil praktis yang terletak di luar bidang studi saya yang sesungguhnya, ialah teori ekonomi.
Uraian singkat tentang jalannya studi-studi yang mengenai teori ekonomi ini, hanyalah dimaksudkan untuk membuktikan bahwa pandangan-pandangan saya, apa pun yang dipikirkan orang tentangnya, dan bagaimanapun sedikitnya kecocokannya dengan prasangka-prasangka kepentingan kelas-kelas yang memerintah, merupakan hasil penelitian tekun selama bertahun-tahun. Tetapi pada pintu gerbang ilmu pengetahuan, tuntutan yang sama harus dipancangkan seperti yang terpancang di pintu neraka:

Qui si convien lasciare ogni sospetto; Ogni vilta convien che qui sia morta. ("Di sini semua syak wasangka harus ditinggalkan; Di sini semua sifat pengecut harus mati.")

Dante Alighieri: The Divine Comedy, Canto III. Kata-kata ini diucapkan oleh Virgil kepada Dante pada saat mereka memasuki pintu gerbang neraka.

Karl Marx
London, Januari 1859


Read More...
AddThis Social Bookmark Button